Minggu, 02 September 2018

Inkonsisten Penerapan Islam di Indonesia


Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Presiden atau Perpres, mengenai pemotongan gaji untuk setiap Aparatur Sipil Negara, atau ASN yang beragama Islam. Nantinya, mereka akan dipotong gajinya sebesar 2,5 persen, sesuai dengan aturan zakat. (Viva.co.id, 5 Februari 2018)

Hal tersebut disampaiakan oleh Menteri Agama RI (Republik Indonesia), Bapak Lukman Hakim Syaifudin pada 5 Februari lalu di Istana Jakarta. Kebijakan ini akan dilakukan karena mengingat besarnya potensi zakat bagi perekonomian bangsa. Potensi zakat secara keseluruhan berdasarkan hitungan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), bisa mencapai Rp 270 triliun. Apalagi kini jumlah ANS sudah mencapai empat juta lebih, maka besar  kemungkinan peraihan zakat bisa lebih dari angkat Rp 270 triliun.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat diwajibkan atas setiap orang Islam yang telah memenuhi syarat. Selain melaksanakan perintah Allah SWT, tujuan pensyariatan zakat adalah untuk membantu umat Islam yang membutuhkan bantuan dan pertolongan. Oleh karena itu, syariat Islam memberikan perhatian besar dan memberikan kedudukan tinggi pada ibadah zakat ini.


Salah satu dalil kewajiban zakat adalah firman Allah SWT, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah: 18)

Pelaksanaan kewajiban zakat merupakan tanda berimannya seorang muslim. Terlebih kewajiban tersebut telah disampaikan oleh Allah dalam ayat Al-Quran. Namun dalam melaksanakan kewajiban yang ada di ayat-ayat Al-Quran, seharusnya kita tidak hanya menerapkan secara sepotong-sepotong saja. Karena sesungguhhnya Allah-pun telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Di negara Indonesia ini, pemerintah masih menerapkan Islam hanya sebagian-sebagian saja. Terlebih peraturan yang diterapkan masih sebatas hal-hal yang ada manfaatnya dalam duniawi saja secara langsung. Sedangkan peraturan yang sering dianggap sebagai peraturan yang berat, maka ditinggalkan.

Semisal saja, ayat-ayat berikut ini. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. An Nur: 2)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imraan: 130)

Di negara yang dinyatakan sebagai negara beragama, nyatanya masih banyak ayat yang belum diterapkan secara sempurna. Biasanya hal ini didasarkan bahwa Indonesia tidak bisa diterapkan Islam secara keseluruhan. Padahal, tidakkah ummat muslim Indonesia berfikir menganai ayat berikut ini, "... Apakah kamu beriman kepada sebagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada Hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat." (QS. al-Baqarah: 85)

Sedangkan makna iman sendiri adalah mempercayai dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan melaksanakan dengan perbuatan. Maka apakah ummat muslim di Indonesia hanya akan menerapkan hukum-hukum Allah yang bersifat habluminallah saja? Sedangkan perkara hambluminannas diabaikan dengan mudahnya.

Maka hal tersebut memang patut dijadikan muhasabbah oleh pemerintah, termasuk juga masyarakat muslim di negeri ini. Jangan sampai kita hanya menerapkan sebagian ayat-ayat Allah. Termasuk dalam perkara zakat. Apalagi, sebenarnya tidak bisa dilakukan pemungutan zakat semacam yang disampaikan oleh Menteri Agama tatkala payung pemerintahan saat ini tidak menerapkan Islam secara keseluruhan. Karena hal tersebut akan menimbulkan inkonsisten bagi pemerintah dalam menerapkan hukum Islam.

Maka dibutuhkanlah suatu payung sistem pemerintahan yang mampu menerapkan peraturan-peraturan Islam secara keseluruhan. Hal tersebut pernah dicontokan ketika sebuah negara berlayar dengan berkah dan berkah di bawah naungan Islam, kebutuhan dan kesejahteraan semua warga tersedia dan merupakan jaminan negara.

Bahkan sejarah Islam telah membuktikan kepada kita bahwa pengelolaan dan penyaluran zakat telah terwujud nyata dan sempurna. Keberhasilan pelaksanaannya terbukti selama peristiwa pemerintahan Khalifah Umar Abdul Aziz pada masa pemerintahan Khalifah Umar Abdul Aziz bahwa tidak ada yang berhak mendapatkan zakat sebagaimana diungkapkan oleh Yahya bin Sa'id, seorang perwira zakat amil pada masanya.

"Khalifah Umar Abdul Aziz telah mengirim saya, untuk mengumpulkan zakat orang-orang Afrika dan kemudian saya menariknya kembali dan saya meminta orang-orang untuk mengumpulkan zakat untuk saya, tapi tidak ada yang mengambilnya." (Ulwan, 1985: 2, As Siba'i, 1981: 392)

Maka jangan sampai salah satu peraturan Islam (yakni zakat) dijadikan korban kegagalan sistem ekonomi yang berkiblat pada kapitalisme. Sebuah sistem perekonomian yang telah terbukti tidak mampu mentupi pos-pos kekurangan pengeluaran pemerintah. Bahkan sebelum peraturan mengenai zakat ini, telah banyak subsidi-subsidi dari pemerintah untuk masyarakat yang telah perlahan dihapuskan. Jika memang hendak mencari sebuah peraturan ekonomi yang mampu memberikan kelayakan hidup bagi seluruh masyarakat, hendaknya tidak hanya pada penerapan zakat, tetapi juga pada penerapan sistem ekonomi di bawah naungan sistem pemerintahan Islam. Karena hanya dalam payung seperti inilah sistem perekonomian yang mulia bisa diterapkan.

Sungguh, Allah SWT, Tuhan semesta alam telah berfirman, Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS. Al-Maidah: 50)

Tidak ada komentar: