Jumlah ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di Kota Malang, dari
tahun ke tahun terus bertambah, dan sekarang mencapai sekitar 3.800 penderita.
Bahkan, jumlah itu menempati urutan kedua di Jawa Timur setelah Surabaya.
Selain itu, dari angka tersebut, masih berkemungkinan besar untuk bertambah
setiap waktunya. (ANTARA News, 28 September 2017)
Dari fenomena tersebut, Wakil Wali Kota Malang, Bapak
Sutiaji menyampaikan, "Sekarang baru
sekitar 3.800 orang yang melapor. Mungkin ada penderita yang tidak berani
melapor. Ini berbahaya, sehingga program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) harus
punya target, paling tidak meminimalkan jumlah ODHA, bahkan kalau bisa ya tidak
ada ODHA baru lagi." (Lampungpro.com, 29 September 2017)
Perlu diketahui, AIDS (sebagai penyakit yang disebabkan dari
HIV) merupakan penyakit yang timbul akibat penyimpangan prilaku seksual,
ditandai dengan menurunnya imunitas tubuh sang penderita. Penyakit AIDS ini
merupakan jenis penyakit berbahaya, mematikan, dan menular.
Penyakit AIDS ini, diakui atau tidak, berawal dari prilaku
seksual yang menyimpang, akibat berganti-ganti pasangan seks. Dengan kata lain,
penyakit ini muncul karena prilaku zina yang merajalela di tengah masyarakat.
Ditambah tidak adanya punishment yang
bisa menghentikan perilaku menyimpang ini, beserta dampak ikutannya. Hal
tersebut juga dikarenakan adanya pola dan gaya hidup barat sebagai konsekuensi
modernisasi dan industrialisasi sehingga hal ini telah dianggap menyebabkan
perubahan-perubahan nilai kehidupan yang cenderung mengabaikan nilai-nilai
moral, etik, dan agama, termasuk nilai-nilai hubungan seksual antar individu.
Kelompok resiko tinggi terjangkitnya penyakit bahaya ini
adalah homoseksual, heteroseksual, promiskuitas, penggunaan jarum suntik
pecandu narkotik dan free sex serta
orang-orang yang mengabaikan nilai-nilai moral, etik, dan agama (khususnya para
remaja/generasi muda usia 13-25 tahun).
Isam sebagai agama yang sempurna dan mengatur segala aspek
kehidupan, selalu mempunyai solusi atas segala permasalahan yang terjadi, baik
masalah dalam diri individu, masyarakat maupun bangsa. Begitupun dalam masalah HIV/AIDS
seperti ini. Islam telah jauh-jauh hari menyiapkan solusinya.
Solusi Islam untuk mencegah, bahkan menghentikan laju jumlah
ODHA yang terus bertambah akan dilakukan dengan melakukan tindakan yang
bersifat preventif maupun kuratif.
Dalam tindakan preventif, dengan tegas Islam mengharamkan
perzinaan dan seks bebas. Allah SWT berfirman: “Janganlah kalian mendekati perzinaan, karena sesungguhnya perzinaan itu
merupakan perbuatan yang keji, dan cara yang buruk (untuk memenuhi naluri
seks).” (QS al-Isra’: 32). Karena sumber penyakit AIDS ini adalah jelas,
yakni disebabkan gonta-ganti pasangan seks, atau perzinaan, dan seks bebas. Maka
dari itu, pintu menuju perzinahan atau seks bebas haruslah ditutup rapat-rapat.
Islam bukan hanya mengharamkan perzinaan, tetapi semua jalan
menuju perzinahaan pun diharamkan. Misalnya, mengharamkan pria dan wanita berkhalwat (berduaan). Sebagaimana sabda
Rasulullah, “Hendaknya salah seorang
di antara kalian tidak berdua-duaan dengan seorang wanita, tanpa disertai
mahram, karena pihak yang ketiga adalah setan.” (HR Ahmad). Serta masih
banyak peraturan-peraturan lainnya. Semua peraturan itu tercakup dalam sistem
pergaulan yang ada di dalam Islam.
Hal-hal di atas merupakan dari aspek pelakunya. Dari aspek
obyek seksualnya, Islam pun tegas melarang produksi, konsumsi dan distribusi barang
dan jasa yang bisa merusak masyarakat, seperti pornografi dan pornoaksi. Karena
semuanya ini bisa mengantarkan pada perbuatan zina. Sebagaimana kaidah ushul yang menyatakan, “Sarana yang bisa mengantarkan pada
keharaman, maka hukumnya haram.”
Dalam tindakan kuratif, jika seluruh hukum dan ketentuan di
atas diterapkan, maka praktis pintu zina telah tertutup rapat. Dengan begitu,
orang yang melakukan zina, bisa dianggap sebagai orang-orang yang benar-benar
nekat. Maka terhadap orang-orang seperti ini, Islam memberlakukan tindakan
tegas. Bagi yang telah menikah (muhshan),
maka Islam memberlakukan sanksi rajam (dilempari batu) hingga mati. Ketika
Maiz al-Aslami dan al-Ghamidiyyah melakukan zina, maka keduanya di-rajam oleh
Nabi SAW hingga mati.
Bagi yang belum menikah (ghair
muhshan), Islam memberlakukan sanksi jilid (cambuk) hingga 100
kali. Dengan tegas Allah menyatakan, “Pezina perempuan dan laki-laki,
cambuklah masing-masing di antara mereka dengan 100 kali cambukan.” (QS
an-Nur: 02)
Punishment bukan
hanya diberikan kepada pelaku zina, dengan rajam bagi yang muhshan, atau dicambuk 100 kali
bagi ghair muhshan, tetapi semua
bentuk pelanggaran yang bisa mengantarkan pada perbuatan zina. Dalam hal ini,
Islam menetapkan sanksi dalam bentuk ta’zir,
yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada hakim. Dengan cara seperti itu, maka
seluruh pintu perzinaan benar-benar telah ditutup rapat-rapat oleh Islam.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang tertular penyakit AIDS,
dan bukan pelaku zina? Seperti ibu rumah tangga yang tertular dari suaminya
yang heteroseksual, atau anak-anak balita, dan orang lain yang tertular,
misalnya, melalui jarum suntik, dan sebagainya?
Karena itu merupakan masalah kesehatan yang menjadi hak
masyarakat, maka pihak yang berwenang wajib menyediakan layanan kesehatan nomor
satu bagi penderita penyakit ini. Mulai dari perawatan, obat-obatan hingga
layanan pengobatan.
Karena ini merupakan jenis virus yang berbahaya dan
mematikan, maka para penderitanya bisa dikarantina. Ini didasarkan pada hadits
Nabi, “Larilah kamu dari orang yang
terkena lepra, sebagaimana kamu melarikan diri dari (kejaran) singa.” (HR
Abdurrazaq, al-Mushannaf, X/405). Nabi memerintahkan kita lari dari
penderita lepra, karena lepra merupakan penyakit menular.
Maka,
inilah kesempurnaan Islam. Islam memiliki cara yang unik dan bersumber dari
Tuhan Pencipta alam untuk menyelesaikan kasus HIV/AIDS yang kini menghantui Kota
Malang. Sungguh tidak ada salahnya jika kita mencoba untuk menerapkan solusi
dari Islam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar